dylla lalat

MELUKIS KEGELISAHAN LEWAT SASTRA MEMBUSUR RUHANI MELALUI PENA

Ayo Bung! Rebut Kembali

Kekuasaan adalah penggoda yang tangguh. Kendati demikian ia akan selalu dicari oleh manusia apa pun jenis kelaminya. Walaupun kekuasaan itu sendiri bukan sesuatu yang hilang sehingga ia harus cari-cari. Kekuasaan erat kaitannya dengan bagaimana menjaga agar status sosial dapat langgeng dalam waktu tertentu dan tetap stabil ketika gempuran menghujam yang muncul dari dalam maupun dari luar.

Olehnya itu, dengan kekuasaan orang bisa melakukan apa saja tergantung mentalitas dan integritas yang bersangkutan. Jadi, proses diterima dan ditolaknya seseorang dalam menjalankan kekuasaannya diatur oleh seberapa tingkat kualitas moralnya. Moralitas adalah kata kunci yang patut dijadikan kitab rujukan karena ia tidak akan pernah habis ditelan waktu.

Indonesia sudah lama merdeka. Tidak bisa diragukan dan dipertanyakan kembali siapa sesungguhnya yang paling berjasa memerdekakan negeri ini. Semua rakyat bersatu mengangkat senjata. Negeri ini merdeka bukan atas perjuangan salah seorang saja melainkan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Kita semua sepakat mereka adalah pahlawan. Dan tanpa perduli apakah pahlawan Nasional, Daerah atau pahlawan Lokal yang jelas mereka tetap pahlawan.



Tanpa pamrih, embel-embel dan uang duka mereka telah mengorbankan jiwa, raga, keluarga dan sanak saudara demi sebuah pondasi yang kelak menjadi kekuatan kita untuk melawan kebathilan dan melanjutkan perjuangan. Jika saja masih ada yang belum paham dan tahu tentunya masih banyak catatan dan lembaran sejarah yang bisa dijadikan rujukan. Agar kita tidak terjebak menghabiskan energi menganggap mereka sebagai pahlawan kesiangan.
Ada banyak model dan modus agar dapat melanjutkan nilai-nilai kejuangan yang pernah tertanam tersebut, yang halal dan memenuhi standar hukum normatif tentunya. Namun anehnya lebih banyak disukai dan ditempuh yang melanggar etika dan norma. Sehingga dianggap hebat. Ujung-ujungnya pelakunya dinobatkan sebagai pahlawan. Destruksi pemberian simbol dan langgam seperti itu tanpa terasa sudah membumi dalam pergaulan dan kehidupan kita. Seperti dihipnotis kita tidak mampu keluar untuk melawan.

Sebenarnya hari ini, akan banyak tumbuh pahlawan sejati yang akan benar-benar memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Mereka lahir dari latar belakang sosial yang berbeda namun sangat dihormati oleh rakyat sendiri. Misalnya, ada yang PNS, Ketua Dewan dan anggota Dewan, Akademisi, Bupati, Wali Kota, Gubernur, Presiden dan lain-lain. Namun karena situasi dan kondisi seakan-akan paceklik tanpa merasa berdosa mengharuskan kita merampok hak-hak rakyat. Rakyat yang manakah yang sebenarnya kita perjuangkan kepentingannya? Sebuah tanya yang terkesan ngigau, bukan!?.

Background dan tempat kita berdiri bisa berbeda-beda dan kita bisa mendulang simbol kepahlawanan di dalamnya. Sepanjang kita alim dengan hal-hal yang tidak seharusnya kita perbuat. Bukankah lebih baik kobarkan semangat heroik untuk tidak merampok hak rakyat ketimbang menjadi PNS, Hakim, Jaksa, Ketua Dewan, anggota Dewan, Akademisi, Bupati, Wali Kota, Gubernur, Presiden dan lain-lain yang selalu menebar wajah palsu dan kepura-puraan?

MEMBANGUN SISTEM PERLAWANAN
Interpretasi simbol dan nilai-nilai kepahlawanan yang kebablasan seperti itu tugas semua pihak untuk memperbaikinya dengan sebuah basis yang baru dan lebih bertahan lama. Walaupun membangun sebuah sistem itu bukan hal yang mudah dan gampang. Jika semua komponen commit, keyakinan untuk menghadapi paradoks yang awalnya sangat banyak dihadapi satu demi satu mudah dieliminasi.
Adanya sistem karena adanya jaringan. Dalam jaringan mutlak dibangun sebuah sistem. Sistem akan berkaitan erat dengan rezim dan dinasty yang tentunya kelak akan melahirkan ideologinya tersendiri. Ideologilah sebagai spirit perlawanan kendati harus menerima hujatan, cacian, pelecehan, tudingan serakah bahkan sebagai bandit sekalipun. Sebagai sebuah konsekwensi, kemudi perlawanan akan terus menerus digelorakan sebagai ujian terhadap ideologi tersebut. Sehingga kita tidak sanggup membedakan banditkah mereka atau pahlawan?
Sebuah ideologi yang jelas arahnya, disertai prilaku disiplin yang ketat dapat mencegah orang untuk menjadi serigala di dalam situasi yang serba palsu. Spirit kepahlawanan ini disadari bukan upaya menggurui secara kolektif sehingga dianggap sok suci dan sok bersih, melainkan sekedar menyampaikan niat untuk bertegur sapa antar sesama, karena yang kita perjuangkan adalah kepentingan rakyat dan anak bangsa. Bukankah saling mengingatkan itu dianjurkan demi mencegah menyebarnya kemungkaran.
Sebagai manusia yang dianggap memiliki latar belakang yang jelas secara akademik maupun sosial, adanya reaksi yang membabi buta seperti ini cukup membuat kita sangat malu. Bagaimana tidak, dari awal kita telah mengclaim akan selalu memprioritaskan kepentingan rakyat diatas segala-galanya. Kondisi yang sangat riskan tidak sepatutnya disepelekan dan berpura-pura tidak tahu akan akibat yang muncul. Kecuali kita tidak lagi memiliki rasa malu ketika kemudian dicaci dan dituding sebagai bandit karena tidak mampu mengakomodir kepentingan rakyat.
Ada anggapan bahwa yang seharusnya menjadi lokomotif memperjuangkan kebutuhan, kepentingan dan nasib rakyat adalah engkau yang kini berada di Dewan sesuai dengan sebutan para jelata, ‘Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)’. Tidak berarti yang di lembaga dan institusi lain tidak dianggap penting peranannya. Ibarat sebuah kereta api. Ada yang menjadi gerbong, lokomotif dan rel. Masing-masing memiliki peran dan tanggung jawab yang kelak jelas kalkulasi dosa dan murka yang diperoleh. Bukan malah sebaliknya melarikan diri, bertindak bodoh, tidak tahu diri, memperkuat kepentingan pribadi dan politik partai.
Dewan Perwakilan Rakyat merupakan rumah rakyat tempat segala persoalan yang berkaitan dengan rakyat akan bermuara dan memiliki nilai responsible tinggi. Agak berbeda dengan eksekutif dan lembaga-lembaga lainnya, kendati tetap membicarakan kepentingan rakyat namun secara emosional kurang memiliki kedekatan karena jalur birokrasinya terlalu panjang. Fakta menunjukan, karena terlalu panjangnya birokrasi tersebut seorang kepala daerah (dari tingkat Kabupaten, Kota, Propinsi hingga Pusat) tidak inggat apa yang menjadi prioritas dan kebutuhan utama rakyat. Rakyat yang mengeluh kesahkan birokrasi seperti itu jamak kita hadapi.
Rakyat jangan lagi didholimi dengan kamuflase yang justru nantinya akan membuka semua tabir konspirasi konyol. Konspirasi itu akan melahirkan perlawanan dari rakyat pemilik kedaulatan tertinggi. Dalam Undang-undang diatur dan disepakati bahwa untuk menegakkan demokrasi di negeri ini siapa pun berhak menjadi pemimpin. Ia berhak memilih dan dipilih dan itu mutlak adanya.
Kita juga sama-sama sepakat bahwa tidak akan pernah melegitimasi siapa pun calon pemimpin yang jelas-jelas terbukti secara hukum mengebiri, menipu, merampas, merampok hak-hak rakyat. Mereka pantang dinobatkan sebagai pemimpin yang secara tidak langsung akan mengatur masa depan kita. Bagaimana mau mengatur dan memperhatikan nasib kita yang bukan haknya pun ia rampok?
Sebagai catatan, pahlawan sejati adalah bagaimana ia mampu melangkah memperbaiki terutama, keseimbangan mental terhadap kekuasaan yang selalu menggoda dalam segala situasi apalagi bertahan dari lambang yang memaksa untuk berperang melawan, demi kematian yang terhormat atau jihad. Menjadi penguasa pun bukanlah pahlawan. Ia dicurigai banyak disarangi koruptor yang cepat atau lambat akan diadili.
Sejarah akan mencatat siapa yang sesunguhnya pahlawannya rakyat atau banditnya kekuasaan. Siapa yang menilai? Akan ada bukti yang bisa dengan mudah diperoleh. Ayo bung! Rebut kembali.

1 komentar:

Wahhh numpang lewat dulu gan blognya keren nih semoga tambah sukses kedepannya. salam kenal dari bloger lombok utara di tunggu kunjungannya di http://7og4nk.blogspot.com di follow ya

 

Posting Komentar